Rabu, 6 Agustus 2025 – 01:45 WIB
VIVA – Bayangkan seorang pilot jet tempur mengendalikan sekelompok drone bersenjata hanya dengan tablet di tangannya, seolah memainkan strategi perang dalam video game.
Inilah gambaran masa depan pertempuran udara yang tengah disiapkan Angkatan Udara Amerika Serikat lewat jet tempur siluman F-22 Raptor. Bukan lagi sekadar pemburu tercepat di langit, F-22 siap naik level menjadi ‘komandan udara’ yang memimpin pasukan drone otonom dalam misi tempur.
Program revolusioner ini merupakan bagian dari proyek besar Collaborative Combat Aircraft atau CCA. Lewat teknologi ini, F-22 akan bertindak sebagai otak dari sebuah sistem canggih yang menggabungkan kecerdasan buatan dan kecerdasan manusia di medan pertempuran. Tak main-main, program ini diproyeksikan menjadi lompatan terbesar dalam sejarah peperangan udara modern.
VIVA Militer: Pesawat Jet Tempur F-22 Raptor
Berikut sederet fakta penting terkait rencana penggabungan jet tempur dan drone ini yang dilansir dari Air & Space Forces Magazine, Defense News, The Drive, serta laporan resmi dari USAF.
F-22 Jadi Jet Tempur Pertama yang Dikembangkan untuk Kendalikan Drone CCA
F-22 Raptor dipilih sebagai pesawat tempur berawak pertama yang dilengkapi sistem kontrol untuk mengendalikan drone tempur otonom. Program ini akan didanai lewat skema bernama Crewed Platform Integration, dengan alokasi lebih dari 15 juta dolar AS di tahun fiskal 2026.
Dana tersebut digunakan untuk pembelian 142 unit perangkat tablet dan peralatan penunjang lain yang akan dipasang di kokpit F-22 aktif. Penggunaan tablet dipilih karena dinilai sebagai solusi tercepat dan termurah untuk tahap uji coba awal.
Tablet di Kokpit Jadi Andalan
Meski terdengar futuristik, kontrol drone melalui tablet tetap menuai kekhawatiran. Sejumlah pilot dan analis pertahanan mempertanyakan efektivitasnya, mengingat pilot F-22 sudah dihadapkan pada beban kerja tinggi saat menerbangkan jet supersonik.
Menambahkan peran sebagai komandan drone di tengah kecepatan dan tekanan pertempuran bisa menjadi tantangan besar. Diperlukan pelatihan khusus agar pilot mampu membagi fokus antara menerbangkan pesawat dan memimpin operasi drone secara bersamaan.
General Atomics dan Anduril Bersaing Kembangkan Drone CCA
Untuk mewujudkan armada drone tempur ini, USAF telah menunjuk dua perusahaan teknologi militer papan atas, yaitu General Atomics dan Anduril. Mereka kini tengah mengembangkan dua prototipe awal bernama YFQ-42A dan YFQ-44A, yang akan menjadi cikal bakal drone CCA generasi pertama.
Pada tahap awal atau Increment 1, USAF berencana membeli 100 hingga 150 unit drone CCA. Jumlah ini akan ditingkatkan hingga seribu unit dalam fase-fase berikutnya, menandai pergeseran kekuatan udara menuju integrasi sistem tanpa awak secara besar-besaran.
Sebagai produsen F-22 dan F-35, Lockheed Martin juga telah memamerkan teknologi kendali drone dari dalam kokpit. Mereka memperkenalkan antarmuka layar sentuh yang memungkinkan pilot memerintahkan banyak drone secara simultan, baik untuk serangan presisi maupun pengintaian.
Meski masih dalam tahap pengembangan, sistem ini menunjukkan bahwa koordinasi antara manusia dan mesin dalam skala besar bukan lagi sekadar skenario fiksi ilmiah.
Tantangan Kecerdasan Buatan dan Keamanan Udara
Penggabungan jet tempur berawak dan drone otonom tidak lepas dari tantangan teknis. Salah satu isu krusial adalah bagaimana memastikan sistem otonom tidak saling bertabrakan, tidak salah sasaran, dan tetap bisa dikendalikan dalam berbagai kondisi medan tempur.
Untuk itu, USAF mengandalkan beberapa platform uji seperti X-62A VISTA dan proyek VENOM yang melibatkan F-16. Pesawat-pesawat ini digunakan sebagai laboratorium terbang untuk menguji teknologi AI dan simulasi skenario tempur, baik ofensif maupun defensif.
Unit Eksperimen Khusus Dibentuk untuk Operasikan Drone CCA
USAF juga telah membentuk Experimental Operations Unit (EOU), yang kini diperluas menjadi skuadron penuh. Unit ini bertugas melakukan uji coba langsung pada armada drone CCA dan mengembangkan arsitektur sistem tempur masa depan berbasis kecerdasan buatan.
EOU akan bekerja sama dengan berbagai lembaga penelitian militer dan sektor industri untuk mempercepat pengujian dan integrasi sistem otonom ke dalam kekuatan udara Amerika.
Masa Depan Perang Udara: Sinergi Jet Tempur, Drone, dan AI
Apa yang dilakukan USAF lewat proyek ini menandai perubahan besar dalam doktrin perang udara. Ke depan, jet tempur tidak akan lagi bertempur sendirian. Mereka akan ditemani oleh kawanan drone otonom yang bisa dikendalikan jarak jauh, dan dilengkapi sistem kecerdasan buatan untuk pengambilan keputusan cepat di medan laga.
F-22 yang sebelumnya dikabarkan akan segera dipensiunkan, justru mendapat peran baru sebagai pusat kendali sistem peperangan cerdas. Tak hanya F-22, jet tempur generasi kelima seperti F-35 dan bahkan bomber siluman B-21 Raider juga disiapkan untuk terintegrasi ke dalam ekosistem drone tempur masa depan.
Halaman Selanjutnya
Dana tersebut digunakan untuk pembelian 142 unit perangkat tablet dan peralatan penunjang lain yang akan dipasang di kokpit F-22 aktif. Penggunaan tablet dipilih karena dinilai sebagai solusi tercepat dan termurah untuk tahap uji coba awal.